Sabtu, 15 Februari 2014

Lentera Indonesia

Hari Minggu yang lalu, 9 Februari 2014, saya menonton sebuah acara televisi.  Lentera Indonesia.  Sebuah film dokumenter yang dibuat untuk merekam jejak langkah para Pengajar Muda dalam kegiatan  Indonesia Mengajar.

Indonesia Mengajar merupakan sebuah program yang bertujuan untuk membantu mengisi kekurangan guru sekolah dasar, khususnya di daerah terpencil dengan mengirimkan lulusan terbaik Perguruan Tinggi di Indonesia yang telah dididik intensif untuk menguasai kapasitas kepengajaran dan kepemimpinan untuk bekerja sebagai guru selama satu tahun. (https://indonesiamengajar.org/tentang-indonesia-mengajar/visi-dan-misi/).  Berangkat dari pemikiran pak Anies Baswedan, bahwa kualitas untuk berkompetensi kelas dunia saja tak cukup, sehingga anak-anak muda Indonesia harus punya pemahaman empatik yang mendalam seperti akar rumput meresapi tanah tempatnya hidup. (https://indonesiamengajar.org/tentang-indonesia-mengajar/sejarah/).

Nah, saya lupa judul lengkap episode Lentera Indonesia waktu itu.  Namun yang jelas, di episode itu, ditayangkanlah profil seorang Pengajar Muda bernama Ridwan Gunawan yang tengah bertugas di Rambang, Sumatera Selatan (akan segera saya ralat jika memang ternyata salah).  Sungguh, sebuah film dokumenter yang sangat bagus, sebab mampu membangunkan kembali sisi kemanusiaan saya yang cukup lama tertidur.

Tertidur?  Ya, tertidur.  Sebab, selama beberapa tahun terakhir, saya cukup apatis terhadap sejumlah program stasiun televisi yang menunjukkan sisi kesedihan dalam hidup bernegara Indonesia.  Memang, saya dapat menangkap makna dan maksud dari pembuatan program-program tersebut.  Namun, pengemasan yang saya rasa terlalu dipaksakan, membuat saya terkadang segera memindahkan saluran televisi ketika pandangan saya menangkap program tersebut.

Kembali ke Lentera Indonesia.  Sebenarnya, film dokumenter itu sederhana dan biasa saja.  Menayangkan keseharian kehidupan para Pengajar Muda di tempatnya bertugas, lengkap dengan segala bentuk kesedihan dan kepayahan hidup yang mereka temui.  Tak jauh berbeda dengan program-program lain yang saya gambarkan pada paragraph sebelum ini.  Namun ada satu yang berbeda dari Lentera Indonesia. Mungkin karena memang Indonesia Mengajar memang merupakan sebuah Gerakan yang teramat sangat luar biasa, yang mampu merumuskan amanat kemerdekaan dalam suatu gebrakan, yang justru ternyata terfokus pada titik nol kehidupan berbangsa, yaitu anak-anak muda generasi penerus bangsa.  Serta pengemasan yang tidak dipaksakan.

Seketika itu juga, hati saya tergerak.  Otak saya berpikir cepat.  "Hai anak muda, apa saja yang telah kau berikan secara nyata kepada ibu Pertiwi selama 24 tahun kebelakang?"  Pertanyaan yang sulit saya munculkan jawaban yang memuaskan.  Hari-hari saya selama ini lebih saya habiskan untuk berbakti pada ayah bunda, serta menjaga adik-adik tercinta.  Tak ada yang salah tentunya dengan hal itu.  Namun, saya ingin berbuat lebih.

Teringat oleh saya, ucapan bapak Pimpinan saya ditempat baru saya bekerja.  Bahwa sebuah "Kebetulan" itu tidak pernah ada di muka bumi ini.  Sebab, Tuhan tidak pernah usil dengan hidup kita.  Dia pasti telah dengan segala peritungan-Nya, merancang tiap jalan hidup manusia, bahkan jalan sekecil apapun.  Begitu pula dengan hal yang satu ini.  Pasti ada setidaknya hal kecil yang bisa saya lakukan untuk menuntaskan tidur panjang sisi kemanusiaan saya.

Karena setahu saya, belum ada kenalan saya yang terlibat sebagai Pengajar Muda, saya coba cari pemuda bernama Ridwan Gunawan itu.  Tak perlu waktu lama, saya temukan identitasnya di website Indonesia Mengajar.  Segera saya kontak beliau, menanyakan jenis bantuan yang mungkin saya lakukan, selain bergabung sebagai garda terdepan sebagai Pengajar Muda.

Singkat cerita, beliau merespon pertanyaan saya.  Semula, saya pikir saya akan banyak membantu dalam bentuk finansial.  Ternyata tidak, dan ternyata sangat sederhana.  Saya dapat membantu dengan cara berkirim surat kepada anak didik beliau di Rambang sana, kepada Letriani dan kawan-kawan.  Harapannya, agar saya bisa melihat betapa bersemangatnya mereka dalam menyongsong hidup di negara ini. Selain itu, agar saya bisa berbagi cerita kehidupan yang tidak mereka ketahui, tentang bernegara Indonesia diluar daerah tempat tinggal mereka.

Yap, akan segera saya lakukan.  Sebuah langkah sederhana, yang mungkin justru tak menghabiskan banyak biaya.  Tak muluk-muluk, namun memiliki andil yang cukup luar biasa.  Asal dilakukan dengan konsisten.

Satu hal lagi.  Saya sempat menyampaikan kepada kak Ridwan, bahwa saya sendiri belum sanggup jika diajak untuk bergabung di Indonesia Mengajar sebagai Pengajar Muda.  Saya belum sanggup meninggalkan zona nyaman saya, hidup dibawah asuh ayah bunda.  Oleh karenanya, saya sangat kagum dengan para Pengajar Muda, yang rela meninggalkan zona nyaman dan secara nyata berkontribusi untuk negeri.  Namun ternyata konsep saya salah.  Jawabannya membuka pemikiran baru buat saya.  Bahwa mereka, Para Pengajar Muda, bukanlah pergi meninggalkan zona nyaman mereka.  Mereka justru sedang memperluas zona nyaman mereka.  Mendengar, lebih tepatnya membaca hal tersebut, saya hanya bisa mengacungkan kedua jempol saya dan berkata, Anda sungguh sangat hebat.

Untuk kak Ridwan dan para Pengajar Muda lain, terimakasih karena telah bergabung dengan Indonesia Mengajar.  Terimakasih untuk Lentera Indonesia, yang telah mampu membangunkan sisi kemanusiaan saya yang sudah tertidur cukup lama. Mungkin, saya masih belum tau apa makna dibalik tergeraknya hati saya ketika menyaksikan Lentera Indonesia.  Tugas sayalah untuk menggalinya lebih dalam lagi.

Bekasi, 14 Februari 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar