Hari ini hari Kamis, pukul 17.55 WIB (saat saya memulai tulisan ini),
dan saya masih berada di kantor, Wisma Indocement Lantai 3, mengadu
peruntungan dengan menjadi karyawan di sebuah perusahaan swasta ibukota.
I'm living in a rat race.
Setiap hari, dari pagi hingga petang, bahkan tak jarang hingga malam
menjelang, saya habiskan di tempat ini. Bercengkrama dengan
orang-orang yang sama, bekerja dengan orang-orang yang sama, bahkan
menyempatkan diri untuk curi-curi pandang dengan orang-orang yang
sama. Seperti itu, selama kurang lebih 631 hari kerja telah saya lalui
dengan pola yang sama.
Terkadang, banyak teman saya yang bertanya. Apa yang saya kejar?
Mengapa saya sangat betah menjalani hidup seperti ini. Bahkan
terkadang, 8 jam kerja selama 5 hari dalam seminggu pun, terasa
kurang. Tak jarang, saya harus merogoh waktu saya lebih banyak untuk
saya luangkan di Jakarta ini. Untuk apa? Untuk dihabiskan di Wisma
Indocement lantai 3 tercinta.
Dengan pola hidup saya saat ini, cukup banyak waktu yang terkesan
terbuang percuma. Saat saya harus menuju ibukota, atau kembali
keperaduan bunda. Saat menunggu pak bos yang tak kunjung datang,
padahal hari sudah petang. Ketika hendak melakukan suatu pertemuan di
suatu tempat, dengan jarak tempuh yang tak seberapa, namun menghabiskan
waktu tempuh yang sangat luar biasa. Atau mungkin, sesederhana
rutinitas mengisi ulang tenaga saat matahari sedang menggila di langit
sana.
Intinya, terlalu disayangkan masa muda saya, dihabiskan untuk hal-hal yang "itu-itu" saja. Membosankan.
Tapi benarkah?
Memang, saya berangkat pagi pulang malam. Bahkan saat ini, pukul 20.45
WIB, saya masih berada di st.Manggarai. Tapi saya bersyukur.
Rutinitas saya, yang terkesan "itu-itu" saja, ternyata tidaklah
seperti yang terlihat.
Setiap hari, banyak hal baru yang saya dapatkan. Ilmu baru yang saya
pelajari. Kasus baru yang harus saya tangani. Tantangan baru yang
harus saya hadapi. Semua itu, membuat saya selangkah lebih maju
daripada saya yang kemarin. Bahkan selangkah lebih maju dibandingkan
saya semenit yang lalu. Dengan catatan, saya harus memiliki mata dan
pikiran yang terbuka lebar, luas. Untuk memaknai setiap kegagalan,
keberhasilan, atau rasa bosan yang selalu saya rasakan. Tidak hanya
sekedar pandangan lurus ke depan, layaknya telah terproyeksi dan
terfokus pada satu titik, dengan menggunakan kacamata kuda. Tidak lagi
menoleh ke kanan kiri. Memang baik, fokus pada ada apa yang ada
didepan. Tapi kan tidak lantas dengan meniadakan kondisi sekitar.
Ambigu sekali tulisan saya malam ini.
Ditambah lagi, penghasilan saya, untuk ukuran pengalaman kerja selama
631 hari kerja, sudah sungguh sangat luar biasa. Memang, nilainya
tidaklah fantastis atau bombastis. Memang, saya masih harus mencicil
beberapa kali sampai saya bisa dengan bangga memamerkan stnk atas nama
saya sendiri. Kendaraan roda dua, bukan roda empat. Memang, saya
masih harus menabung beberapa bulan untuk mendapatkan hape keluaran
terbaru yang bisa dicemplungin ke air dan nggak pake mati. Tapi, itu
semua bukanlah alasan bagi saya untuk tidak bersyukur.
Saya masih bisa menabung, lebih dari setengah penghasilan saya. Saya
masih bisa bayarin tiket pulang pergi adik-adik saya saat mereka mudik,
dengan sedikit salam tempel setiap bulannya. Saya masih bisa
menyisihkan sedikit rizki saya untuk teman-teman yang membutuhkan.
Tidak, saya bukannya menyombongkan diri. Riya. Saya hanya mencoba
mengingatkan diri saya, untuk tidak lantas lupa diri. Justru saya
harusnya berkaca, bahwa apa yang saya berikan untuk mereka, tidaklah
ada artinya jika dibandingkan nikmat yang telah Tuhan berikan.
Satu lagi. Dengan rutinitas yang hanya "itu-itu" saja, saya harus
sudah mampu membiasakan diri, untuk tiba di kantor pada waktu yang
seharusnya, meskipun pulangnya bisa tidak pada waktu yang seharusnya.
Tapi ternyata, saya belum mampu melaksanakannya. Kurva waktu
kehadiran saya, masih suka menggeliat, naik turun.
"Waktu yang terbuang percuma" hanya alasan bagi mereka yang tidak bisa
memaknai hidup. Nilai positif kehidupan, dapat dilihat dari berbagai
sudut pandang. Tugas manusialah, untuk mencari dan menelaahnya.
Menjadikannya cambuk untuk maju, bukannya justru sebagai pupuk bagi
sifat malas.
Pokoknya, tidak ada yang patut disesali, atau bahkan ditangisi, dari
sebuah pola dan rutinitas hidup seperti ini. Bahkan, harusnya saya
merasa bersyukur, Tuhan dengan segala kebaikannya, senantiasa menjaga
umat-Nya dan menempatkannya dalam lingkungan yang baik baginya.
Termasuk saya.
Living in a rat race is boring, for those who don't get the meaning in a
big picture. They just need to make and see it, as a fully blessed
rat race.
Dan sekarang, pukul 21.35 WIB. Saya baru tiba dirumah. Tapi saya bersyukur, setidaknya saya masih memiliki tempat untuk berteduh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar