Kamis, 03 Oktober 2013

Rat Race

Hari ini hari Kamis, pukul 17.55 WIB (saat saya memulai tulisan ini), dan saya masih berada di kantor, Wisma Indocement Lantai 3, mengadu peruntungan dengan menjadi karyawan di sebuah perusahaan swasta ibukota.

I'm living in a rat race.

Setiap hari, dari pagi hingga petang, bahkan tak jarang hingga malam menjelang, saya habiskan di tempat ini.  Bercengkrama dengan orang-orang yang sama, bekerja dengan orang-orang yang sama, bahkan menyempatkan diri untuk curi-curi pandang dengan orang-orang yang sama.  Seperti itu, selama kurang lebih 631 hari kerja  telah saya lalui dengan pola yang sama.

Terkadang, banyak teman saya yang bertanya.  Apa yang saya kejar?  Mengapa saya sangat betah menjalani hidup seperti ini.  Bahkan terkadang, 8 jam kerja selama 5 hari dalam seminggu pun, terasa kurang.  Tak jarang, saya harus merogoh waktu saya lebih banyak untuk saya luangkan di Jakarta ini.  Untuk apa?  Untuk dihabiskan di Wisma Indocement lantai 3 tercinta.

Dengan pola hidup saya saat ini, cukup banyak waktu yang terkesan terbuang percuma.  Saat saya harus menuju ibukota, atau kembali keperaduan bunda.  Saat menunggu pak bos yang tak kunjung datang, padahal hari sudah petang.  Ketika hendak melakukan suatu pertemuan di suatu tempat, dengan jarak tempuh yang tak seberapa, namun menghabiskan waktu tempuh yang sangat luar biasa.  Atau mungkin, sesederhana rutinitas mengisi ulang tenaga saat matahari sedang menggila di langit sana.

Intinya, terlalu disayangkan masa muda saya, dihabiskan untuk hal-hal yang "itu-itu" saja.  Membosankan.

Tapi benarkah?

Memang, saya berangkat pagi pulang malam.  Bahkan saat ini, pukul 20.45 WIB, saya masih berada di st.Manggarai.  Tapi saya bersyukur.  Rutinitas saya, yang terkesan "itu-itu" saja, ternyata tidaklah seperti yang terlihat.

Setiap hari, banyak hal baru yang saya dapatkan.  Ilmu baru yang saya pelajari.  Kasus baru yang harus saya tangani.  Tantangan baru yang harus saya hadapi.  Semua itu, membuat saya selangkah lebih maju daripada saya yang kemarin.  Bahkan selangkah lebih maju dibandingkan saya semenit yang lalu.  Dengan catatan, saya harus memiliki mata dan pikiran yang terbuka lebar, luas.  Untuk memaknai setiap kegagalan, keberhasilan, atau rasa bosan yang selalu saya rasakan.  Tidak hanya sekedar pandangan lurus ke depan, layaknya telah terproyeksi dan terfokus pada satu titik, dengan menggunakan kacamata kuda.  Tidak lagi menoleh ke kanan kiri.  Memang baik, fokus pada ada apa yang ada didepan.  Tapi kan tidak lantas dengan meniadakan kondisi sekitar.

Ambigu sekali tulisan saya malam ini.

Ditambah lagi, penghasilan saya, untuk ukuran pengalaman kerja selama 631 hari kerja, sudah sungguh sangat luar biasa.  Memang, nilainya tidaklah fantastis atau bombastis.  Memang, saya masih harus mencicil beberapa kali sampai saya bisa dengan bangga memamerkan stnk atas nama saya sendiri.  Kendaraan roda dua, bukan roda empat.  Memang, saya masih harus menabung beberapa bulan untuk mendapatkan hape keluaran terbaru yang bisa dicemplungin ke air dan nggak pake mati.  Tapi, itu semua bukanlah alasan bagi saya untuk tidak bersyukur.

Saya masih bisa menabung, lebih dari setengah penghasilan saya.  Saya masih bisa bayarin tiket pulang pergi adik-adik saya saat mereka mudik, dengan sedikit salam tempel setiap bulannya.  Saya masih bisa menyisihkan sedikit rizki saya untuk teman-teman yang membutuhkan.

Tidak, saya bukannya menyombongkan diri.  Riya.  Saya hanya mencoba mengingatkan diri saya, untuk tidak lantas lupa diri. Justru saya harusnya berkaca, bahwa apa yang saya berikan untuk mereka, tidaklah ada artinya jika dibandingkan nikmat yang telah Tuhan berikan.

Satu lagi.  Dengan rutinitas yang hanya "itu-itu" saja, saya harus sudah mampu membiasakan diri, untuk tiba di kantor pada waktu yang seharusnya, meskipun pulangnya bisa tidak pada waktu yang seharusnya.  Tapi ternyata, saya belum mampu melaksanakannya.  Kurva waktu kehadiran saya, masih suka menggeliat, naik turun.

"Waktu yang terbuang percuma" hanya alasan bagi mereka yang tidak bisa memaknai hidup.  Nilai positif kehidupan, dapat dilihat dari berbagai sudut pandang.  Tugas manusialah, untuk mencari dan menelaahnya.  Menjadikannya cambuk untuk maju, bukannya justru sebagai pupuk bagi sifat malas.

Pokoknya, tidak ada yang patut disesali, atau bahkan ditangisi, dari sebuah pola dan rutinitas hidup seperti ini.  Bahkan, harusnya saya merasa bersyukur, Tuhan dengan segala kebaikannya, senantiasa menjaga umat-Nya dan menempatkannya dalam lingkungan yang baik baginya.  Termasuk saya.

Living in a rat race is boring, for those who don't get the meaning in a big picture. They just need to make and see it, as a fully blessed rat race.

Dan sekarang, pukul 21.35 WIB. Saya baru tiba dirumah.  Tapi saya bersyukur, setidaknya saya masih memiliki tempat untuk berteduh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar