Kamis, 06 November 2014

Berbincang dengan Bintang


Hei kamu, iya kamu, yang ada disitu.  Udah, jangan toleh kemana-mana, aku sedang berbicara padamu.

Iya kamu, bukan yang ada di samping kanan kiri atau belakangmu.

Sudah lama ya, tak jumpa denganmu.  Mungkin hampir 3 bulan telah berlalu sejak ku lihat kamu berkemul dalam kantung tidurmu.  Berperang melawan rasa dingin yang pastinya merasuk hingga nadi.  Kala itu sambil lalu, ku intip kamu dari celah atap rumbia. 

Baduy Dalam bukan?  Desa Cibeo?  Ah iya, benar.  Tapi ketika itu kamu sombong sekali. Jangankan menyapaku, melirik padaku pun tidak.  Padahal kamu punya kesempatan yang luas sekali untuk memandangku.  Kegelapan nan pekat yang ketika itu menyelimutimu, adalah sahabat baikku.  Agar kamu bisa sekedar menatapku tanpa perlu bersusah payah memicingkan mata.

Apa? Kala itu kamu lelah?  Tak ku pungkiri sih.  Meskipun kamu tak melihatku, tahukah kamu bahwa setiap jejakmu selama seperempat hari dalam mendaki dan menuruni bukit itu, selalu berada dalam pengawasanku. Meski tanpa sang pekat malam yang dapat membuatmu melihatku.  Oleh karenanya, ku maklumi ketika ragamu yang tak terbiasa mendaki, jatuh dalam lelah.  Membuatmu lebih memilih lelap dibanding berbincang denganku.

Syukurlah kali ini kamu sadar akan keberadaanku.  Dan seperti kali yang lalu, ku utus sahabatku, sang pekat malam tuk mengiring pergerakanmu, hingga nanti kamu tiba di tempat tujuanmu.  Agar dapat ku naungi setiap langkahmu di pulau yang tentu asing bagimu ini.

Oh ya, apa pasal sehingga kamu bisa menjejakkan kaki di bumi WITA ini?  Dan dalam balutan kain katun pula.  Hei, apa itu dibalik tanganmu? Tas kerja? Ada banyak sekali kertas berhias huruf-huruf nan rapat. Sangat tidak dirimu, yang biasa berbalut kaos dan jeans, serta sendal gunung yang terlalu besar layaknya rakit di tapak kakimu.

Eh, apa katamu?  Hoo, aku mengerti.  Tugas negara rupanya.  Meskipun aku tak tahu itu apa.  Dapat ku endus rasa bangga yang membuncah di dadamu.

Selamat yaa.  Aku bangga padamu, di usia yang cukup belia dalam perjalanan karirmu yang baru ini, bumi Sulawesi pun sudah dapat kamu pijak. Bersinarlah, layaknya kami sang bintang.  Karena sungguh, kami percaya pada kemampuanmu.  

Olah kemampuanmu yang tak seberapa itu, agar sekelilingmu percaya pada kerja kerasmu, tak hanya sekedar omong kosongmu.  Perlambang tandukmu, yang bernaung di bawah rasi-ku.

Hihihi, matamu sudah sedemikian sayu.  Wajar saja, pukul 23 telah bersiap menanti kehadiranmu.  Begitupun kota tujuanmu, sudah mengintip di depan sana.

Baiklah, kita berpisah lagi untuk sementara.  Ku tunggu kehadiranmu dalam pekat malam yang berikutnya ya.  Salam untukmu dari para tetanggaku.  Terutama si Aquarius, tak sabar ia menanti kehadiranmu dalam pekat, bersama gadis Aquarius sahabat kentalmu itu.

Sampaikan salam untuk ayah dan ibu, serta kedua adik kecilmu.  Lama sekali tak ku lihat mereka, terlalu banyak berlindung dibalik sinar lampu kota rupanya.  Jika kamu berkenan, ajaklah mereka berpetualang, agar dapat bertemu denganku, dan beberapa teman baikku.  Tuh, dengar kan, kasak kusuk si Scorpio, Sagitarius, Capricorn dan Aries.  Mereka gusar, rindu rupanya.

Baiklah, ku lepas kamu disini.  Selamat malam gadis manis..


-Manado menuju Kotamobagu, 29 Oktober 2014-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar