Hari ini, mantan calon gebetan gue resmi resign dr kantor. Apakah gue sedih? Nggak sih, biasa aja. Soalnya emang kisah gue sama dia udah berakhir lama sekali. Cuma konco-konco tetep aja suka godain, dengan harapan gue bakal kembali tersipu-sipu malu yang menimbulkan semburat merah saat menatap wajah lembutnya. Hahai, not's gonna happen, bro!
Sebut saja dia Sedan Perak. Perawakannya kurus tinggi, wajahnya tampak lugu, lengkap dengan sorotan mata yang tenang namun tajam, serta deretan giginya yang rapih (gue selalu lumer saat melihat senyumnya). Tak lupa kacamata minusnya yang semakin membuat penampilannya terlihat pinter. Emang pinter sih. Dia itu lulusan universitas luar negeri, trus udah lulus 2 dari 3 ujian, yang konon kabarnya susahnya luar binasa, yang harus diikuti untuk dapetin gelar CFA (entah apa itu maknanya). Posisinya di kantor, Analis, yang menurut gue butuh ketekunan super karena harus mengkombinasikan antara kerja otak dan data-data dari dunia maya.
Nah, awal pertemuan gue sama dia, biasa aja sih. Perasaan dan otak gue belum tergelitik untuk menyisihkan sedikit rasa buat dia. Tapi dasarnya sama-sama jomblo, maka dijadikanlah kejombloan itu sebuah alasan oleh konco-konco gue untuk memerpersatukan kami berdua (baca=nyoblangin).
Mungkin karena gue (kami) masih terlihat muda (padahal umur kami sama2 sudah lewat kepala kembardua), gaya pencomblangan yang diusung sama konco-konco, bisa dibilang tipikal anak sma. Pake acara salam-salaman, cie-ciean, diatur supaya duduk deket-deketan pas makan siang, kondangan bareng, satu tim pas games, atau tindakan-tindakan lain yang sifatnya maksa.
Pertamanya sih gue tetep cool, biasa aja. Tapi ternyata, penyakit Puppy Love gue kambuh!! Gue jadi suka sama si Sedan Perak. Hahaa. Nah, kalo penyakit ini udah kambuh, apapun yang gue lakuin jadi serba salah. Contoh. Tiap liat dia jalan atau senyum, kupu-kupu di perut gue mulai terbang berhamburan. Dan parahnya, kalo konco-konco lagi kumat godaknya. Setiap tanggapan yang bakal gue kasih pasti salah. Soalnya gue udah salah tingkah duluan. Yang lebih parah lagi, gue kan setengah mati ngusahain supaya perasaan gue ni nggak ketauan sama siapa-siapa. Gue belagak pilon, nggak ngerti sama kode-kode konco-konco. Yah, paling gue cuma senyam senyum nimpalin tu kode. Dan gue pikir, poker face gue udah yang paling ok. Tapi ternyata, gue salah saudara-saudara. Justru sikap salah tingkah gue terlihat nyata. Maka jadilah tu konco-konco, semakin meraja-lela mem-buly kami berdua.
Sebenernya gue nggak nolak juga sih, kalo ternyata akhirnya gue punya jodoh sama tu orang. Nggak heran dong, waktu akhirnya dia tiba-tiba ngajak kondangan bareng, gue terimalah ajakan dia dengan penuh suka cita (yang akhirnya gue tau kalo dia ngajak gue kondangan karena paksaan konco-konco gue, damn!). Berlanjut dah kita nonton bareng, sempet 3 kali apa ya waktu itu. Tapi udah cuma sampe situ aja. Kenapa? Ada alasannya.
Pertama. Dia itu orang paling sussaaah yang pernah gue kenal buat diajak ngobrol. Berasa kaya lagi ngomong sama tembok. Tiap komunikasi, hampir 90% bahan omongan dari gue. Sukur-sukur ditanggepin. Lah ada berapa kali kejadian, dia lebih fokus dengerin radio dibandingin omongan gue. Ntah ada syaraf pendengarannya yang putus, ato emang bahan omongan gue yang nggak menarik. Tapi kayanya nggak juga deh, secara gue itu lumayan supel. Jadi intinya, dia yang rada eror.
Kedua. Dia itu nggak ngerti gimana caranya bersosialisasi dengan cewek (baca=kencan). Ya masa iya, suatu ketika di Blitz Megaplex, tersebutlah seorang cewek membawakan tiket nonton plus popcorn ukuran L plus botol minum buat si cewek plus tas cewek ala anak muda, sedangkan sang cowok cuma lenggang kangkung sambil megang botol minum buat dirinya sendiri.
Ketiga. Dia itu tata kramanya agak kurang pas. Masa, disuatu malam ketika gue pulang dari nonton, nyokap gue nanya, "Mba, itu temennya tukang koran apa tukang ojek? Abis nganterin kamu kok langsung ngacir pulang aja. Nggak sopan." Waduh, dunia percintaan pun gonjang ganjing jikalau ibunda tercinta sudah berkata demikian.
Intinya, selain segala kelebihannya, ada juga beberapa kekurangan. Dan gue sadari, bahwa gue nggak klop untuk bersanding dengannya. Apa yang gue cari dari seorang laki-laki, nggak gue temukan darinya.
Nah, datangnya kesadaran gue itu kejadiannya udah lama banget, lebih dari 1tahun. Nggak heran dong, kalo akhirnya, waktu tadi kita ngumpul buat trakhir kalinya, walaupun diceng-cengin semaksimal mungkin, tetep aja gue cuma ketawa-ketawa doang. Nggak sedikitpun ada kupu-kupu lepas di perut. Walaupun salah satu konco gue ngotot, muka gue kemerah-merahan, gue bisa ngejamin 1000%, gue udah nggak ada feeling lagi sama dia.
Alhamdulillah.
Pokoknya, gue doain yang terbaik buat lu, Sedan Perak.
-Comuterline, 13 September 2013-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar