![]() |
| Bulaksumur, 19 Mei 2011 |
Euforia itu bernama Wisuda. Sebuah ritual yang memakan waktu
cukup panjang untuk dapat mencapainya. Diatas kertas, 4 tahun adalah
waktu tempuh normal. Namun di lapangan, terkadang waktu tempuh itu dapat
bergerak maju atau mundur. Tak jarang
sangking mundurnya, bisa mendekati batas akhir yang disediakan oleh
penyelenggaran pendidikan, 7 tahun.
Bagi sebagian besar mahasiswa/i, Wisuda adalah acara yang sangat istimewa. Sehingga hal yang umum di hari Wisuda, senyum manis bahkan gelak tawa kerap terdengar riuh rendah di udara.
Bagi sebagian besar mahasiswa/i, Wisuda adalah acara yang sangat istimewa. Sehingga hal yang umum di hari Wisuda, senyum manis bahkan gelak tawa kerap terdengar riuh rendah di udara.
Secara keseluruhan, mereka berpenampilan sama. Berbalut seragam kebesaran bernama Toga yang
menutupi seluruh badan, dihiasi samir
(kalung Wisuda) berhias lambang universitas, serta beberapa dilengkapi
selempang Cumlaude. Properti yang satu ini sifatnya bonus, bagi mereka yang mampu mengumpulkan nilai yang ditentukan penyelenggara pendidikan. Selebihnya, peserta Wisuda bebas
berkreatifitas sesuai aturan yang ada. Mereka
berlomba-lomba berdandan cantik nan jelita, berlagak gagah lagi perkasa.
Biasanya wisudawan tidak banyak
variasi, hanya menggunakan baju lengan panjang berwarna putih dan celana
bahan serta sepatu formal. Sedangkan
para wisudawati, maksimal menghias diri dengan kebaya aneka model, rambut
digelung maupun kerudung berhias warna warni (Sesuatu yang justru membuat saya
berpikir, mereka ini mau menghadiri Wisuda, atau pesta pernikahan mereka
sendiri). Sepanjang hari, tak habisnya
dan tak puasnya mereka berlakon di depan kamera. Semua bersuka cita, menutup sebuah perjuangan
panjang yang telah dilalui bersama.
Rangkaian acara Wisuda sendiri, sejujurnya, sangat
menjemukan. Wajar saja, di satu pelaksanaan
Wisuda, pesertanya bisa mencapai ratusan, bahkan ribuan orang. Semua mengantri menjadi satu, menunggu satu
proses puncak, yaitu ketika sang pimpinan tertinggi dari Universitas
memindahkan Kuncir Tali Topi Toga, dari semula yang terletak di sebelah kiri, ke sebelah
kanan.
Awalnya saya tak mengerti, apa arti pemindahan Kuncir Tali
tersebut. Setelah mencari disana sini, info
yang saya dapat pada pokoknya satu hal.
Bahwa sejatinya, setelah kita menjadi Sarjana, kita tak boleh lantas
terpaku dan melulu menggunakan otak kiri, yaitu otak yang berkaitan dengan
hal-hal berbau akademis, seperti logika, analisis, bahasa dan matematis (pusat Intelligence
Quotient (IQ)), melainkan juga harus menggunakan otak kanan, yaitu
otak yang berkaitan dengan daya kreatifitas yang dipenuhi imajinasi, emisi,
intuisi, dan spiritual (pusat Emotional Quotient (EQ)).
![]() |
| Otak Kiri & Otak Kanan |
Intinya, seorang Sarjana dituntut untuk dapat
menyeimbangkan penggunaan otak kiri dan kanan, berbekal ilmu pengetahuan yang
didapat dari dunia pendidikan, disandingkan dengan ilmu berkehidupan sosial di masyarakat. Selain itu, kuncir tali Topi Toga perlambang
tali pita pembatas buku. Dengan
demikian, pemindahan kuncir tali tersebut menandakan bergantinya halaman demi
halaman buku yang sepatutnya dibaca oleh yang bersangkutan, yaitu para
Sarjana. Agar tak melulu berjalan di
tempat, "membaca" hal yang sama berulang-ulang.
Sebagai salah satu pelaku beberapa tahun silam, sekarang saya
hanya bisa tersenyum simpul melihat euforia itu. Ya, sebab saya sudah
mengetahui kegetiran yang menanti dibalik semua suka cita itu. Yang siap
menerkam siapa saja yang tak segera siap untuk membuka mata dan menghadapi
realita. Yang terasa lebih kejam
dibandingkan ibu tiri yang bahkan dalam lakon Cinderella masih berbaik hati
menyisihkan nasi untuk melalui hari. Yang segera menampakkan taringnya
diriing seringai manis.
Bisa dijamin, banyak halangan dan rintangan yang pasti menanti mereka. Pilihannya hanya dua. Antara berebut peluang, atau menciptakan
peluang. Tak ada yang salah dan yang
benar, sebab keduanya saling melengkapi.
Satu hal yang pasti, mereka
dilarang menyerah. Dengan kombinasi
kerja keras dan sifat pantang menyerah, serta dibumbui beberapa faktor x disana sini, mereka, para
Sarjana, pasti mampu menaklukkan dunia.
Atau paling tidak, membuat orang tua bangga.
Setidaknya, Wisuda menjadi ajang yang pantas untuk disyukuri. Sebab tak banyak yang mampu menjejakkan kaki di garis itu. Sebuah garis yang bermakna ganda. Sebagai penutup dari sebuah perjuangan panjang dalam menuntut ilmu, serta garis pembuka kehidupan yang sesungguhnya.
Note: Happy Graduation Day for my beloved sister, wish you all the very best luck in the world dear.



Tidak ada komentar:
Posting Komentar