Ya ampun, sudah
hampir 2 bulan saya tidak menulis sedikit pun.
Hmm,, bagaimana mau menjadi penulis yang baik, sedangkan untuk
menulispun masih mood-moodan. Masih menjadi sebuah keinginan, bukan sebuah
kebutuhan. Ckck..
Banyak hal yang
sudah terlewat selama pertengahan Desember 2013 hingga detik ini. Banyak cerita penuh makna yang sudah saya alami. Memang, tak lantas patut saya tuangkan satu
demi satu dalam laman ini. Namun paling
tidak, ada beberapa cerita yang maknanya perlu untuk saya sebar ke penjuru
negeri.
Tak lagi Kucing-kucingan
(Pasang wajah sumringah dengan senyum super lebar)
Tanggal 24
Desember merupakan tanggal kramat bagi karir baru saya. Saya lulus ujian masuk CPNS Kementerian
Keuangan, teman-teman J. Namun, saya tak terjaring dalam penerimaan CPNS Kementerian
Sekretariat Negara. Tak mengapa.
Pukul 17.20 WIB,
saya sedang berada di CommuterLine dan mengunjungi laman rekrutmen Setneg. Sesaat setelah membaca pengumuman, hati saya
mencelos. Nama saya tak termasuk
diantara 6 orang yang lulus seleksi CPNS LPSK.
Sedih, saat itu sungguh sedih.
Pikiran saya lantas terbang kemana-mana, tak tenang. “Haduh,
gimana kalo aku nggak dapet lagi cpns tahun ini? Gimana kalo Menkeu nggak dapet? L.” Namun, pikiran itu saya buang jauh-jauh. Saya yakin, Tuhan punya rencana terbaik buat
saya. Dan benar saja.
Pukul 23.05 WIB,
saya sedang berada di ruang tamu dan mengunjungi laman rekrutmen Menkeu. Tampak pengumuman baru tentang daftar peserta
lulus rekrutmen. Tak ingin berlama-lama,
saya tekan tombol crtl+f, dan mencari nama saya, lengkap. Sedetik setelahnya,
saya baca nama saya ada di urutan ke 171 lulusan prodi Ilmu Hukum. Sontak saya bersorak, membuat ayah dan ibu
saya, yang mungkin sudah terlelap dalam buai mimpi, terjaga dan bergegas keluar
kamar. Mereka memeluk saya, mencium
kedua pipi saya, dan menangis. Haru.
Tuhan tidak
membuat saya lulus di kedua rekrutmen, sebab Tuhan tau yang terbaik untuk
saya. Dia langsug memilihkan
sesuatu yang tentu pasti baik bagi saya. Dan yang pasti, karena saya tidak harus
memilih Menkeu dan meninggalkan Setneg, saya tak perlu membayar uang denda
sebesar 20jt. Alhamdulillah..
Menjemput Impian (?/!)
8 Januari 2014,
saya dikagetkan dengan kedatangan seseorang yang memang saya nantikan kehadirannya
selama beberapa bulan belakangan.
Sebuket mawar ungu ditambah dua lembar kain batik khas Sulawesi menjadi
bukti kedatangannya. Saya kaget, dan
gembira. Namun juga saya takut, takut
STT saya kambuh lagi.
Singkat cerita,
suatu hari, kami berjalan bersama.
Sengaja kami tak ingin melakukan kegiatan berat, hanya sekedar makan
biasa. Karena sesungguhnya, ada kegiatan
berat lain yang harus kami lakukan.
Berbicara. Ngobrol. Diskusi.
Tentang apa? Tentang kami.
Setelah
menemukan tempat yang sesuai keinginan kami, kami duduk, makan, dan
berbincang. Tentang apa? Tentang kami.
Namun, bukan pembicaraan yang saya bayangkan maupun harapkan. Hanya pembahasan ringan mengenai, bagaimana
disana, bagaimana disini. Hanya itu. Kosong.
Bukan tentang mimpi kami, maupun bagaimana cara kami menjemput mimpi
tersebut. Tak ada pembicaraan lagi,
bahkan hingga detik dia kembali ke tanah seberang.
Saya, seperti
sudah hilang asa tentangnya. Lambat tapi
pasti, akhirnya saya putuskan. I’m back to square one. Namun, satu yang pasti. Saya pasti menjemput impian saya. Mungkin tidak dengan cara yang saya pikirkan
sebelumnya, tapi dengan cara lain.
Bagaimana? Well, I’ll figure that out how, later.
Ketika siBeat Beralih Tuan
Sudah hampir
setengah tahun ibu saya kepayahan ketika harus berbelanja ke pasar. Sebab, motor yang biasanya beliau gunakan,
sudah dikirim ke Purwokerto untuk digunakan oleh adik yang mulai menimba ilmu
disana. Jadi, terpaksa ibu harus ke
pasar yang ada di komplek perumahan saja, meskipun tidak lengkap. Ibu baru bisa ke pasar yang agak besar di
hari Sabtu atau Minggu saja, ketika saya sedang tidak menunggangi siBeat ke
stasiun kereta.
Saat itu, saya
berjanji dalam hati, dalam tahun depan saya akan mengusahakan sebuah motor agar
bisa berada dibawah kuasa ibu. Entah
bagaimana caranya. Apakah harus
mencicil, atau beli motor second. Tak
mengapa, selama ibu bisa mengakses pasar dengan mudah. Dan ternyata doa saya cepat dijabah oleh Yang
Kuasa.
Berita yang
datang diakhir tahun 2013 (baca= saya lulus CPNS Menkeu), otomatis membuat pola
transportasi saya berubah. Jika
sebelumnya setiap hari kerja saya harus menuju Sudirman, kini (mungkin hingga
akhir tahun ini, atau kalo bisa seterusnya :p) saya harus menuju Gatsu. Jika dulu saya harus menggunakan siBeat dan
dilanjutkan CommuterLine, kini tak lagi.
Saya cukup duduk manis di dalam bus, yang langsung diberangkatkan dari
Komplek Perumahan.
Dengan demikian,
siBeat pun dapat beralih tuan. Sungguh,
Tuhan sungguh sangat Maha Baik. Dengan
cara yang sederhana, saya bisa memenuhi janji saya tersebut.
***
Well, sekian dulu yang bisa saya bagikan hari ini. Insya Allah, hari-hari kedepan akan saya isi dengan menulis secara teratur.
Akan saya buat menulis sebagai sebuah kebutuhan, tak lagi sekedar keinginan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar