Rabu, 23 Oktober 2013
STT
Sudah lebih dari 2 tahun lamanya, gue jomblo. Iya, jomblo. Imbasnya, sudah lebih dari 2 tahun lamanya juga, nggak ada satu laki-laki berpredikat "pacarnya si Ning/gue".
Kalau mau dibilang, galau apa nggak, pastinya gue galau banget. Galau tingkat akut. Bahkan galau sampe tingkatan langit ke tujuh. Apalagi kalo udah dateng malem minggu, atau weekend. Paling banter, cuma keluar sama keluarga. Atau anteng-anteng di rumah, sambil leyeh-leyeh depan tv, sambil bbman. Itu juga kalo ada yang bbm. Imbasnya, ayah pasti nanya. Nggak jalan mba??
Kadang ya, gue bertanya-tanya. What's wrong with me??
Ya masa iya, gue yang lumayan oke ini, sampe sekarang nggak bisa punya gandengan? Kaya satu iklan yang menurut gue nusuk banget, Truk aja ada gandengannya. Masa gue nggak? Belom lagi kalo membahas masalah umur. Emang sih, muda atau tua itu relatif, nggak bisa dipatok kalo umur sekian belum nikah itu terlambat. Tapi, tetep aja rasanya ngenes, kalo dapet undangan mantenan dari teman seangkatan, atau bahkan undangan mantenan dari adik tingkat, yang notabene lebih muda dari gue. Huhu..
Kadang ya, gue suka nyalahin diri gue sendiri. Kok jaman kuliah dulu, nggak terlalu gaul sama temen-temen seangkatan. Emang sih, temen gue bejibun jumlahnya. Tapi semakin kesini, semakin sedikit teman-teman lama yang rutin gue temui atau ajak komunikasi. Atau, gue menyalahkan diri gue yang bekerja di sebuah perusahaan swasta. Masuk pagi pulang malam, otomatis pergaulan pun cuma itu-itu aja. Atau, gue sedikit menyesalkan masa lalu gue yang harus berpindah-pindah mengikuti tugas orang tua. Rata-rata 3-4 tahun sekali gue harus beradaptasi di lingkungan baru. Akibatnya, TK SD SMP SMA Kuliah dan tempat menetap gue kini nggak ada yang sama. Walhasil, gue hanya memiliki sedikit kenalan di tempat gue bermukim saat ini.
*****
Tulisan diatas, adalah tulisan versi gue yang lagi suram, yang hati dan pikirannya diselimuti kabut kegalauan. Padahal versi yang sebenernya si kaya gini.
Kayanya gue sakit deh.
Iya, sakit. Hampir 3 tahun, gue membuat diri gue jomblo, seolah-olah nggak mampu lepas dari jeratan mantan gue yang gantengnya itu gila-gilaan, menurut gue dulu, tapi sekarang sih udah nggak lagi. Seakan-akan gue ini nggak laku, nggak ada yang mau. Padahal, emang gue aja yang sakit.
Sakit yang gue maksud disini, bukannya sakit secara fisik, kaya sakit Tipes atau Muntaber. Gue rasa, gue mengidap sindrom "Takut Terikat", atau yang akan gue singkat STT. Sindrom ini membuat gue sekonyong-konyongnya berlari saat ada laki-laki yang mulai menunjukkan gejala-gejala suka sama gue. Mau contohnya?
Pertama, temen kuliah. Awalnya gue suka liat dia, gayanya cool, walaupun agak urakan. Tapi gue nggak berani buat nunjukkin perasaan gue. Gue cuma bisa ngungkapin semua yang gue rasain sama temen kos gue. Lumayan lama si, beberapa bulan gitu. Dan, ketika ternyata perasaan gue nggak bertepuk tangan, gue justru panik, gue takut. Soalnya, gue nggak tau apakah gue bener-bener suka sama dia atau nggak. Waktu dia ngajak jalan, gue mengajukan ratusan alasan. Waktu dia mau ke kos, gue mengajukan ribuan alasan. Dan akhirnya, gue lari.
Pernah juga dengan temen sekantor. Anaknya, baiiikk banget. Tipe-tipe ramah ke semua orang. Nah, karena kebetulan gue juga berkarakter yang sama, jadinya kami cocok kalo lagi ngobrol. Seperti yang bisa ditebak, akhirnya kami mencoba meningkatkan status kami jadi pdkt. Saat itulah, penyakit gue kambuh lagi. Saat kami meningkatkan hubungan ke gigi-2 (kami menganalogikan hubungan kami seperti saat naik mobil), gue yang ragu. Gue mulai merasa nggak nyaman, soalnya menurut gue, dia terlalu berlebihan. Dalam komunikasi terutama. Saat itu gue beranggapan, 3 waktu sehari bbman, atau ditelpon tiap malam, atau dibawain coklat hampir pukul 11 malam, itu berlebihan. Padahal sih, kalo diliat dari kacamata orang yang lagi kasmaran, ya emang wajar. Akhirnya, gue nyerah, gue netralin perseneling mobil, bahkan berjalan mundur, dan putar arah.
Dan puncaknya, gue bertemu kembali dengan temen kuliah gue, yang ceritanya sempet gue tinggalin. Entah mengapa, Tuhan mempertemukan kami kembali. Saat pertama melihatnya, gue panik. Iya, panik. Gue bahkan sempat berpikir mau putar balik, atau pura-pura nggak liat. Tapi akhirnya gue putuskan, gue menyapanya. Dan, dimulailah kisah kami berdua, lagi. Dan, setelah beberapa lama berkomunikasi, dia mulai menunjukkan gejala-gejala yang sama. Dan sayangnya, gue kembali mengalami gejala yang sama. Saat dia mau jemput gue ke kantor, gue mengajukan alasan. Saat dia mau maen ke rumah, gue kembali mengajukan alasan. Hingga puncaknya, saat dia mengatakan kalau dia lagi pdkt sama gue, gue langsung ambil langkah seribu. Kabur dengan kecepatan penuh.
Beneran, gue sakit.
Tentu hal ini mengganggu pikiran gue. Apalagi, saat ini gue sedang, ya bisa dibilang menjalani hubungan spesial jarak jauh dengan seseorang. Spesial? Ya, spesial. Sebab sampai saat ini kami belum menentukan jenis hubungan kami. Tapi kami selalu menyempatkan diri buat ketemuan (saat dia sedang berkunjung ke kota gue). Memang nggak pernah ada kata-kata manis yang terucap saat kami bersama, namun kami selalu memperlakukan satu sama lain "dengan baik". Yang paling penting, sampai sekarang, gue merasa nyaman sama dia. Dan gue nggak berpikir untuk berlari dari dia. Nah, disitu letak spesialnya.
Tapi masalahnya, kadang muncul pemikiran buruk. Jangan-jangan, gue merasa nyaman dan nggak lari dari dia, karena memang sampai saat ini belum ada komitmen yang terucap antara gue dan dia. Pembicaraan serius ke arah sana memang sudah ada, namun kami kemas dalam percakapan ringan dan sederhana. Bagaimana jika suatu saat, pembicaraan tersebut kami kemas dengan serius? Apakah gue akan kembali kumat dan melakukan hal terlarang itu lagi?
Well, sekarang gue memang nggak bisa menjanjikan jawaban "tidak". Tapi gue berusaha dengan segenap kemampuan gue, agar kata "tidak" adalah jawaban yang akan muncul ke permukaan. Sebab, gue benar-benar nyaman sama dia. Dan rasa nyaman itulah, yang mungkin nggak gue dapetin dari beberapa orang sebelumnya. Gue hanya terperangkap dalam rasa Suka, tanpa kemudian mengenal rasa Nyaman. Dua hal yang, alhamdulillah, selama ini gue rasakan dari dia.
Jadi intinya, buat kamu masnya yang lagi berjuang ditanah seberang, sabar-sabar ya ngadepin gue. Gue janji, gue usahain sebisa gue, supaya gue nggak lari. Bahkan, asal lo tau ya masnya, gue nunggui banget moment dimana lo pulang kesini. Kaya twit yang pernah lo tujuin ke gue.
"Kekasih aku pulang, menjemput impian. cc:Stabilokuning".
http://www.youtube.com/watch?v=K0J55aAEFnc
Tidak ada komentar:
Posting Komentar