Langit berwarna kelabu. Awan
beriring sedari tadi. Matahari sedang
enggan bersinar.
Rumah itu sudah ramai ketika aku tiba disana. Segera ku terobos kerumunan orang berbaju
gelap. Seketika itu, ku lihat sosoknya
terbaring, kaku. Hanya berbalut kain
putih. Wajahnya terlihat tampan, bersih
lagi rupawan. Pandanganku samar, perlahan
berubah gelap.
Ku buka mataku. Ku pandangi
langit-langit kamar. Air mata menetes perlahan. Rasa pedih mulai menyeruak di
dada. Sakit, tertahan, dan akan bertahan
disana untuk waktu yang lama.
Lamat-lamat kupadangi ruangan ini.
Kamar Bimo. Ku kenali dari
aromanya, berciri.
Ku panggil ingatanku. Ah ya,
seketika itu datang. Seketika itu pula
aku menjerit. Meronta. Menangis.
Bimo meninggalkanku.
“Sayang, pagi ini aku kesana ya. Mau finishing
skripsi ni, butuh inspirasi. Butuh kamu.”
“Halo, Rara? Ini tante Ra. Rara.. Bimo kecelakaan Ra. Dia ketabrak mobil, helmnya lepas. Sekarang lagi di bawa ke RS. Doain ya Ra, semoga Bimo selamat.”
“Rara, Bimo udah dibawa ke rumah. Rara langsung ke rumah aja ya..”
***
Dipusaramu aku terdiam, termenung.
Terbayang hari-hari yang telah lewat.
Membayangkan hari-hari yang mungkin akan terlewat.
3 hari telah berlalu sejak kepergianmu.
Tak ada lagi air mata yang menetes, kendati rasa sedih ini semakin
mencengkram. Kepedihanku sudah benar-benar mengakar pada hati yang terdalam. Hanya
terasa hampa.
***
“Feeling-ku beneran jadi kenyataan lo, Ki.
Aku bener-bener shyok, nggak nyangka maksud feeling nggak enak tu maksudnya ini.”
Dapat ku dengar suara Tika. Saat
itu aku sedang berbaring di ranjang, memejamkan mata. Riki dan Tika menemaniku, tak menyadari aku
sedang mencuri dengar percakapan mereka.
“Maksudnya?”
“Kamu inget waktu kita reuni? Nah,
Minggu pagi sebelum Rara pulang, Rara cerita tentang Bimo. Intinya sih mereka saling suka. Tapi waktu itu aku masih nggak suka sama
Bimo, soalnya belum tau cerita dia dari kamu, kalo dia udah lama banget suka
sama Rara. Waktu itu, feeling aku nggak
enak. Aku ngerasa, Bimo bakal
macem-macem dan ninggalin Rara. Aku
nggak nyangka, Bimo beneran ninggalin Rara.
Tapi dengan cara kaya gini..” Suara Tika bergetar, menahan tangis.
Riki segera memeluknya, menenangkannya.
Dikecupnya kening sang kekasih.
“Bukan salah kamu kok, Ka. Sewaktu
mereka pacaran kamu udah setuju kan?
Nggak ngelarang Rara lagi kan?”
Tika menggeleng.
“Nah, kalo gitu pasti Bimo juga nggak masalah. Toh mereka berdua bahagia. Bimo bahagia, bisa menghabiskan sisa waktunya bersama
Rara.”
Kembali ku rasakan mataku panas, namun air mata tak jua menggenang. Akhirnya, kembali ku pejamkan mata. Berharap ini semua hanyalah mimpi buruk
semata.
***
Dear Bimo..
Seminggu telah berlalu sejak kepergianmu.
Mulai ku coba untuk ikhlas.
Ikhlas untuk mengenalmu, ikhlas atas singgahnya kamu dihidupku, ikhlas
atas segala kenangan bersamamu, ikhlas untuk setiap waktu dan tenaga yang telah
tercurah untukmu. Namun, sangat sulit
untuk mengikhlaskan kepergianmu..
Terimakasih untuk segalanya. Waktu,
curahan kasih sayang. Kebijaksanaan,
pengetahuan, peringatan.
Akan selalu aku ingat. Setiap
laki-laki yang hadir atau singgah di hidupku, pasti memiliki peran yang
berbeda. Mereka mengajarkan kearifan
cerita hidup yang berbeda, dengan cara yang berbeda. Ada yang pahit, ada yang manis. Mereka memiliki tempat tersendiri di benakku,
yang aku ciptakan dengan bantuan hatiku.
Yang hanya berada benakku, bukan dihatiku. Karena pos yang ada dihatiku, bukanlah tempat
untuk disingahi, melainkan tempat untuk didiami.
Meskipun harus ku akui, aku sungguh berharap bahwa kamu tak hanya sekedar
singgah di benakku, melainkan di hatiku. Sesungguhnya, telah kusiapkan singgasana bagimu, agar dapat kaudiami dengan nyaman.
Namun apa daya. Cerita hidup yang
baru telah kau ajarkan padaku.
Itulah fungsimu, untuk mengajarkanku mengenai pos-pos di benakku. Sayangnya, kamu bukanlah pengisi pos di
hatiku. Karena kamu telah terbang tinggi
ke langit sana.
Kamu telah memberikan warna baru bagi
hidupku. Hijau warnamu. Membumi, tak ingin menonjolkan diri. Mampu mengajarkanku kearifan hidup,
menyembuhkan luka hatiku, menenangkan pikiranku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar